SUNGAI & PANTAI





1.      Pengertian Sungai dan tahapan perkembangan sungai
Sungai atau kali (Inggris: river) adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara).
Tahapan perkembangan suatu sungai dapat dibagi menjadi 5 (tiga) stadia, yaitu stadia sungai awal, satdia muda, stadia dewasa, stadia tua, dan stadia remaja kembali (rejuvination). Adapun ciri-ciri dari tahapan sungai adalah sebagai berikut:
1.   Tahapan Awal (Initial Stage). 
Tahap awal suatu sungai seringkali dicirikan oleh sungai yang belum memiliki orde dan belum teratur seperti lazimnya suatu sungai. Air terjun, danau, arus yang cepat dan gradien sungai yang bervariasi merupakan ciri-ciri sungai pada tahap awal. Bentangalam aslinya, seringkali memperlihatkan ketidakteraturan, beberapa diantaranya berbeda tingkatannya, arus alirannnya berasal dari air runoff ke arah suatu area yang masih membentuk suatu depresi (cekungan) atau belum membentuk lembah. Sungai pada tahapan awal umumnya berkembang di daerah dataran pantai (coastal plain) yang mengalami pengangkatan atau diatas permukaan lava yang masih baru / muda dan gunungapi, atau diatas permukaan pediment dimana  sungainya  mengalami peremajaan (rejuvenation).
2.   Tahapan Muda.
Sungai yang termasuk dalam tahapan muda adalah sungai-sungai yang aktivitas aliran sungainya mengerosi kearah vertikal. Aliran sungai yang menmpati seluruh lantai dasar suatu lembah. Umumnya profil lembahnya membentuk seperti huruf ”V”. Air terjun dan arus yang cepat mendominasi pada tahapan ini.
3.   Tahapan Dewasa
Tahap awal dari sungai dewasa dicirikan oleh mulai adanya pembentukan dataran banjir secara setempat setempat dan semakin lama semakin lebar dan akhirnya terisi oleh aliran sungai yang berbentuk meander, sedangkan pada sungai yang sudah masuk dalam tahapan dewasa, arus sungai sudah membentuk aliran yang berbentuk meander, penyisiran kearah depan dan belakang memotong suatu dataran banjir (flood plain) yang cukup luas sehingga secara keseluruhan ditempati oleh jalur-jalur meander. Pada tahapan ini aliran arus sungai sudah memperlihatkan keseimbangan antara laju erosi vertikal dan erosi lateral dan profil sungainya sudah berubah dari bentuk ”V” kebentuk ”U”. 
4. Tahapan Tua. 
Pada tahapan ini dataran banjir diisi sepenuhnya oleh meander dan lebar dari dataran banjir akan beberapa kali lipat dari luas meander belt. Sungai pada tahapan ini dicirikan oleh arah erosi lateral yang dominan serta banyaknya rawa-rawa. Profil sungai pada sungai tahapan tua membentuk seperti huruf ”U”.  
5.  Peremajaaan Sungai (Rejuvenation)       
Setiap saat dari perkembangan suatu sungai dari satu tahap ke tahap lainnya, perubahan mungkin terjadi dimana kembalinya dominasi erosi vertikal sehingga sungai dapat diklasifikasi menjadi sungai dalam tahapan muda. Sungai dewasa dapat mengalami pengikisan kembali ke arah vertikal untuk kedua kalinya karena adanya pengangkatan dan proses ini disebut dengan perenajaan sungai. Proses peremajaan sungai adalah proses terjadinya erosi ke arah vertikal pada  sungai  berstadia dewasa akibat pengangkatan dan stadia sungai kembali menjadi stadia muda.

2.      Tipe tipe genetik sungai
Sebagaimana diketahui bahwa klasifikasi genesa sungai ditentukan oleh hubungan struktur perlapisan batuannya. Genetika sungai dapat dibagi sebagai berikut:
a. Sungai Superposed atau sungai Superimposed, adalah sungai yang terbentuk diatas permukaan bidang struktur dan dalam perkembangannya erosi vertikal sungai memotong ke arah bagian bawah hingga sampai memotong bidang struktur dibawahnya agar supaya sungai dapat mengalir ke bagian yang lebih rendah. Dengan kata lain sungai superposed adalah sungai yang berkembang belakangan dibandingkan dengan pembentukan struktur batuannya. 
b. Sungai Antecedent, adalah sungai yang lebih dulu ada dibandingkan dengan keberadaan struktur batuannya dan dalam perkembangannya air sungai mengikis hingga ke bagian struktur yang ada dibawahnya. Pengikisan ini dapat terjadi karena erosi arah vertikal lebih intensif dibandingkan arah lateral.      
c. Sungai Konsekuen, adalah sungai yang berkembang dan mengalir searah lereng topografi aslinya. Sungai konsekuen sering diasosiasikan dengan kemiringan asli dan struktur lapisan batuan yang ada dibawahnya. Selama tidak dipakai sebagi pedoman, bahwa asal dari pembentukan sungai konsekuen adalah didasarkan atas lereng topografinya bukan pada kemiringan lapisan batuannya.  
d. Sungai Subsekuen, adalah sungai yang berkembang disepanjang suatu garis atau zona yang resisten. sungai ini umumnya dijumpai mengalir disepanjang jurus perlapisan batuan yang resisten terhadap erosi, seperti lapisan batupasir. Mengenal dan memahami genetika sungai subsekuen seringkali  dapat membantu dalam penafsiran geomorfologi. 
e. Sungai Resekuen. Lobeck (1939) mendefinisikan sungai resekuen sebagai sungai yang mengalir searah dengan arah kemiringan lapisan batuan sama seperti tipe sungai konsekuen. Perbedaanya adalah sungai resekuen berkembang belakangan. 
f. Sungai Obsekuen. Lobeck juga mendefinisikan sungai obsekuen sebagai sungai yang mengalir berlawanan arah terhadap arah kemiringan lapisan dan berlawanan terhadap sungai konsekuen. Definisi ini juga mengatakan bahwa sungai konsekuen mengalir searah dengan arah lapisan batuan. 
g. Sunggai Insekuen adalah aliran sungai yang mengikuti suatu aliran dimana lereng tifdak dikontrol oleh faktor kemiringan asli, struktur atau jenis batuan.

3.      Pengertian Daerah Aliran Sungai
Setiap pola aliran mempunyai daerah pengumpulan air yang dikenal sebagai “daerah aliran sungai” atau disingkat sebagai DAS atau “drainage basin” . Setiap DAS dibatasi dari DAS disebelahnya oleh suatu tinggian topografi yang dinamakan pemisah aliran (drainage divide). Dengan digerakkan oleh gayaberat, air hujan yang jatuh dimulai dari daerah pemisah aliran akan mengalir melalui lereng sebagai lapisan lebar berupa air-bebas dengan ketebalan hanya beberapa Cm saja yang membentuk alur-alur kecil. Dari sini air akan bergabung dengan sungai baik melalui permukaan atau sistim air bawah permukaan.
4.      Pola Aliran Sungai
Dengan berjalannya waktu, suatu sistem jaringan sungai akan membentuk pola pengaliran tertentu diantara saluran utama dengan cabang-cabangnya dan pembentukan pola pengaliran ini sangat ditentukan oleh faktor geologinya. Pola pengaliran sungai dapat diklasifikasikan atas dasar bentuk dan teksturnya. Bentuk atau pola berkembang dalam merespon terhadap topografi dan struktur geologi bawah permukaannya.  Saluran-saluran sungai berkembang ketika air permukaan (surface runoff) meningkat dan batuan dasarnya kurang resisten terhadap erosi. 

Sistem fluviatil dapat menggambarkan perbedaan pola geometri dari jaringan pengaliran sungai. Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai utama dengan cabang-cabangnya disatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat bervariasi. Adanya perbedaan pola pengaliran sungai disatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat ditentukan oleh perbedaan kemiringan topografi, struktur dan litologi batuan dasarnya. Pola pengaliran yang umum dikenal adalah sebagai berikut: 
 
1. Pola Aliran Dendritik
Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya menyerupai struktur pohon. Pada umumnya pola aliran sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol oleh jenis batuannya. Sebagai contoh sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang resisten terhadap erosi akan membentuk tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada batuan yang resisten (seperti granit) akan membentuk tekstur kasar (renggang). Tekstur sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan luas. Mengapa demikian ? Hal ini dapat dijelaskan bahwa resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh pada proses pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten cenderung akan lebih mudah di-erosi membentuk alur-alur sungai. Jadi suatu sistem pengaliran sungai yang mengalir pada batuan yang tidak resisten akan membentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur halus), sedangkan sebaliknya pada batuan yang resisten akan membentuk tekstur kasar. 

2. Pola Aliran Radial
Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunungapi atau bukir intrusi. Pola aliran radial juga dijumpai pada bentuk-bentuk bentangalam kubah (domes) dan laccolith. Pada bentangalam ini pola aliran sungainya kemungkinan akan merupakan kombinasi dari pola radial dan annular.  

3. Pola Aliran Rectangular
Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi terhadap erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang mempunyai dua arah dengan sudut saling tegak lurus. Kekar pada umumnya kurang resisten terhadap erosi sehingga memungkinkan air mengalir dan berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu pola pengaliran dengan saluran salurannya lurus-lurus mengikuti sistem kekar. 

Pola aliran rectangular dijumpai di daerah yang wilayahnya terpatahkan. Sungai-sungainya mengikuti jalur yang kurang resisten dan terkonsentrasi di tempat tempat dimana singkapan batuannya lunak. Cabang-cabang sungainya membentuk sudut tumpul dengan sungai utamanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola aliran rectangular adalah pola aliran sungai yang dikendalikan oleh struktur geologi, seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar (patahan). Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola dari struktur kekar dan patahan.

4. Pola Aliran Trellis
Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang menyerupai bentuk pagar yang umum dijumpai di perkebunan anggur. Pola aliran trellis dicirikan oleh sungai yang mengalir lurus disepanjang lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari lereng yang curam dari kedua sisinya. Sungai utama dengan cabang-cabangnya membentuk sudut tegak lurus sehingga menyerupai bentuk pagar. Pola aliran trellis adalah pola aliran sungai yang berbentuk pagar (trellis) dan dikontrol oleh struktur geologi berupa perlipatan sinklin dan antilin. Sungai trellis dicirikan oleh saluran-saluran air yang berpola sejajar, mengalir searah kemiringan lereng dan tegak lurus dengan saluran utamanya. Saluran utama berarah se arah dengan sumbu lipatan. 

5.   Pola Aliran Centripetal 
Pola aliran centripetal merupakan ola aliran yang berlawanan dengan pola radial, dimana aliran sungainya mengalir kesatu tempat yang berupa cekungan (depresi). Pola aliran centripetal merupakan pola aliran yang umum dijumpai di bagian barat dan baratlaut Amerika, mengingat sungai-sungai yang ada mengalir ke suatu cekungan, dimana pada musim basah cekungan menjadi danau dan mengering ketika musin kering. Dataran garam terbentuk ketika air danau mengering.

6.   Pola Aliran Annular
Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah downstream aliran kembali bersatu. Pola aliran annular biasanya dijumpai pada morfologi kubah atau intrusi loccolith. 

7.   Pola Aliran Paralel (Pola Aliran Sejajar) 
Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh lereng yang curam/terjal. Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk aliran-aliran sungainya akan berbentuk lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan cabang-cabang sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada morfologi lereng dengan kemiringan lereng yang seragam. Pola aliran paralel kadangkala meng-indikasikan adanya suatu patahan besar yang memotong daerah yang batuan dasarnya terlipat dan kemiringan yang curam. Semua bentuk dari transisi dapat terjadi antara pola aliran trellis, dendritik, dan paralel.

5.      Orde sungai berdasarkan horton (1945), strahler (1952) dan shreve (1967)
Orde sungai adalah tingkatan suatu segmen sungai dalam suatu DAS. Banyak ahli telah menentukan cara pemberian nilai orde suatu sungai seperti Horton (1945), Strahler (1952), dan Shreve (1967).
Menurut Horton (1945), segmen yang tidak memiliki percabangan merupakan orde pertama. Namun tidak semua segmen diberi keterangan orde, hanya salah satu di antara percabangan. Ketika dua segmen – satu bergabung, maka akan menjadi orde – dua. Dua orde – dua bergabung akan menjadi orde – tiga. Metode Strahler merupakan modifikasi dari metode Horton.
Menurut Strahler (1952), segmen yang tidak memiliki percabangan merupakan orde pertama. Ketika dua segmen orde-pertama bergabung, maka akan terbentuk orde kedua. Dua segmen orde – dua akan membentuk orde – tiga. Dua orde – tiga akan membentuk orde – empat, dan seterusnya. Setiap segmen dapat ditempel oleh orde dengan nilai yang lebih kecil namun tidak akan merubah atau meningkatkan nilai ordenya.
Sedangkan metode Shreve (1967), setiap segmen yang bertemu akan menambah nilai orde selanjutnya. Metode Shreve sering digunakan dalam penelitian geomorfologi untuk mencari hubungan antara hujan dan air permukaan. Karena orde pertama sungai berfungsi sebagai pengumpul utama air hujan dalam suatu cekungan. Dengan menggunakan metode Shreve, perkiraan akan aliran banjir akan lebih mudah diketahui daripada penggunaan metode Strahler.

6.      Morfologi Bentukan Sungai
Morfologi sungai adalah bentuk bentuk bentangalam yang terbentuk oleh aktivitas dan proses fluviatil. Material material yang berukuran pasir kasar hingga kerikil akan terakumulasi disepanjang saluran sungai, yaitu disepanjang aliran air yang terdalam atau disepanjang aliran/arus yang terkuat karena pada kecepatan arus yang tinggi butiran-butiran sedimen yang lebih halus akan terbawa arus. Endapan material tersebut dikenal sebagai Gosong Pasir (Bar). Ke arah bagian tepi saluran sungai, kecepatan arus melemah dan butiran-butiran material yang lebih halus akan terakumulasi dan terendapkan sebagai endapan Tekuk Sungai (Point bar). Selama banjir, dataran banjir akan digenangi air yang memungkinkan butiran-butiran sedimen yang lebih halus diendapkan dan semakin jauh dari alur sungai butiran sedimen yang diendapkan semakin halus lagi, daerah dataran banjir dikenal sebagai bentangalam Dataran Banjir (Flood plain). Kebanyakan dari daerah dataran banjir tersusun dari endapan pasir dan lumpur, sedangkan pasir yang kasar diendapkan ditepi saluran sungai utama dan dikenal sebagai Tanggul-alam (Levees), yaitu akumulasi endapan yang sejajar dengan arah saluran sungai.

1.    Morfologi Kipas Aluvial (Alluvial Fan) Morfologi Kipas Aluvial adalah bentangalam yang menyerupai bentuk kipas, umumnya terbentuk dibagian kaki lereng suatu perbukitan dan biasanya berada di  daerah yang beriklim arid. Kipas alluvial terbentuk pada sungai yang mengalir dari suatu  berbukitan dengan gradien lereng yang curam ke arah lereng yang landai dari suatu dataran dan material material lepas yang diangkut oleh air sungai diendapkan.

2.    Morfologi Sungai Bersirat (Braided-streams) Morfologi Sungai Bersirat merupakan bentuk bentangalam hasil dari proses pengendapan yang disebabkan  oleh saluran air sungai yang berpindah-pindah. Sungai teranyam umunya berkembang di daerah tekuk lereng dan terjadi karena adanya perubahan kecepatan arus dari arah lereng yang  kuat berubah menjadi lambat ketika sampai kemedan yang relatif datar. Hal ini yang membuat saluran air selau berpindah pindah sesuai dengan perkembangan arusnya.  

3.    Morfologi Tekuk Sungai (Pointbar Rivers) Morfologi Point Bar adalah bentuk bentangalam yang berada pada kelokan sungai bagian dalam yang merupakan hasil pengendapan sungai pada bagian dalam dari suatu kelokan sungai (meander).  

4.    Morfologi Danau Tapal Kuda (Oxbow Lake) Morfologi Danau Tapal Kuda adalah bentangalam yang berupa danau yang bentuknya menyerupai tapal kuda. Bentuk tapal kuda berasal saluran air sungai yang telah ditinggalkan dikarenakan terjadinya pemotongan meander sungai. Akibat dari pemotongan ini menyebabkan meander terisolasi dari saluran utamanya dan pada akhirnya membentuk danau.  

5.    Morfologi Gosongpasir (Bar rivers) Morfologi Gosongpasir merupakan bentangalam yang berbentuk daratan disepanjang suatu saluran sungai sebagai hasil pengendapan material yang diangkut sungai. Pengendapan yang terjadi di tengah saluran sungai disebabkan oleh ukuran dan masa jenis material yang diangkut air sungai dengan kecepatan arus air. Ketika kecepatan arus air melemah maka material sedimen yang bermasa jenis lebih besar akan diendapkan didalam saluran yang pada akhirnya akan membentuk daratan.     

6.    Morfologi Undak Sungai (Terrace Rivers) Morfologi Undak Sungai terjadi oleh erosi vertikal yang lebih dominan dibandingkan erosi lateral. Undak undak sungai dapat terjadi pada sungai yang mengalami pengangkatan kembali sehingga gaya erosi vertikal kembali bekerja.  Undak sungai tersusun dari endapan aluvial yang membentuk morfologi datar.

7.    Morfologi Tanggul Alam (Levee)   Morfologi Tanggul Alam adalah bentangalam yang berbentuk tanggul dan sejajar dengan arah saluran sungai, merupakan akumulasi dari endapan material berbutir kasar saat air sungai melimpah keluar saluran.






7.      Pengertian Pantai
Wilayah Pesisir adalah suatu wilayah yang berada pada batas antara daratan dan lautan dan merupakan tempat pertemuan antara energi dinamis yang berasal dari daratan dan lautan. Dengan demikian wilayah pesisir merupakan wilayah yang dipengaruhi oleh proses-proses erosi, abrasi, sedimentasi, penurunan (submergence), dan pengangkatan (emergence). 

8.      Pembagian zona pantai
a.       Zona Litoral atau Wilayah Pasang Surut
Pembagian zona kedalaman laut yang pertama adalah zona litoral. Zona litoral juga dikenal sebagai wilayah pasang surutnya. Yang dimaksud dengan zona litoral adalah wilayah laut yang dapat tergenang oleh air apabila kondisi laut sedang mengalami pasang (baca: manfaat pasang surut air laut). Namun ketika air laut surut, maka wilayah atau zona litoral ini berubah menjadi pantai (baca: manfaat pantai). Maka dari itulah mengapa wilyah ini disebut sebagai zona pasang surut. Pengaruh suhu udara beserta sinar matahari  (baca: lapisan matahari) yang terdapat pada zona sangatlah kuat. Zona litoral menjadi habitat bagi beberapa spesies laut, yakni berupa binatang maupun tumbuh- tumbuhan seperti bintang laut, udang, kepiting, cacing beserta bentos. Beberapa dari binatang tersebut merupakan binatang yang bisa dimakan. Zona Litoral ini bisa dikatakan sebagai wilayah yang paling atas ataupun yang paling dekat dengan pantai (baca: ekosistem pantai) ataupun daratan. zona litoral ini juga disebut sebagai jalur pasang, yakni bagian cekungan lautan yang terletak diantara air pasang dan juga air surut. Zona litoral sering disebut juga sebagai pesisir pantai yang terdiri dari pasir pantai dan pecahan rumah- rumah karang.

b.      Zona Neritik atau Wilayah Laut Dangkal
Daerah yang lebih dalam dari zona litoral adalah zona neritik. Zona neritik ini disebut juga sebagai wilayah laut dangkal. Disebut sebagai wilayah laut dangkal (baca: ekosistem laut dalam dan dangkal), karena wilayah ini mempunyai kedalaman hanya antara 50 hingga 200 meter. Zona neritik adalah wilayah perairan dangkal yang letaknya dekat dengan pantai. Kawasan zona neritik ini merupakan zona yang dapat ditembus oleh sinar matahari dengan sangat baik. Karena tertembus oleh sinar matahari dengan sangat baik, maka zona neritik ini dijadikan sebagai habitat yang sangat cocok bagi berbagai jenis spesies laut, seperti ubur- ubur, fitoplankton, zooplankton, rumput laut dan lain sebagainya. Zona neritik ini juga merupakan tempat dimana banyak jenis ikan yang ditangkap oleh nelayan. Beberapa faktor yang menyebabkan banyak ikan di zona ini antara lain adalah:

Perairannya banyak mengandung oksigen
Banyak terdapat plankton- plankton yang mengapung di permukaan air
Banyak mendapatkan sinar matahari
Itulah beberapa faktor yang menyebabkan banyak binatang maupun tumbuhan banyak ditemui di zona ini.


c.       Zona Bathial atau Wilayah Laut Dalam
Setelah ada zona neritik, selanjutnya ada zona bathial. Zona bathial juga disebut sebagai zona laut dalam (baca: fungsi batas kelautan ZEE). Disebut sebagai zona laut dalam karena wilayah zona ini mempunyai kedalaman antara 200 hingga 2000 meter. Karena kedalamannya yang semakin dalam, maka wilayah laut ini tidak dapat ditembus oleh sinar matahari. Oleh karena tidak dapat ditembus oleh sinar matahari, maka zona bathial ini tidak banyak dihuni oleh spesies binatang maupun tumbuhan sehingga tidak seramai zona neritik. Jenis spesies tumbuhan sudah sangat jarang ditemukan di zona ini, namun spesies binatang laut (baik ikan maupun non ikan) masih lumayan banyak.

d.      Zona Abisal atau Wilayah Laut Sangat Dalam
Pembagian laut berdasarkan kedalamannya, yang paling dalam adalah zona abisal. Zona abisal ini merupakam wilayah yang paling dalam dan sangat sangat gelap. Oleh karena merupakan wilayah laut yang paling dalam maka wilayah ini mempunyai kedalaman lebih dari 2000 meter. Karena sangat dalam, maka wilayah ini tidak mendapatkan penyinaran matahari sama sekali sehingga membuat wilayah ini sangat dingin karena mempunyai suhu yang sangat rendah. Karena letaknya yang sangat dalam maka sangat sulit ditemui oksigen di zona ini. dan hal ini  pula yang menjadi penyebab tidak adanya spesies tumbuhan yang kita temukan di zona ini. selain itu, spesies binatang yang dapat hidup di zona inipun juga sangat sedikit. Beberapa binatang yang dapat hidup di zona ini antara lain adalah angler fish. Angler fish merupakan jenis ikan yang dapat menghasilkan cahayanya sendiri untuk dapat berkomunikasi. Selain itu, zona ini juga mempunyai tekanan air yang sangat besar.

9.      Klasifikasi pantai menurut Jhonson (1919)
Klasifikasi pantai menurut Johnson (1919 Vide Thornbury, 1964), berdasarkan genesa dibagi menjadi 4 macam pantai yaitu:
a.       Pantai tenggelam (submergence coast), pantai tenggelam (submergence coast) ini terjadi karena tenggelamnya daratan atau naiknya muka air laut.
Cirri-ciri pantai tenggelam:
-          Di muka pantai ada pulau
-          Garis pantai tidak teratur
-          Teluk dalam
-          Lembah-lembah turun
           Contoh : Pantai Ria (terjadi akibat erosi fluvial)
                          Pantai Fjord (terjadi akibat glasiasi)
b.      Pantai naik (emergence coast), pantai ini terjadi akibat majunya garis pantai atau turunnya muka air laut.
Ciri-ciri pantai naik:
-          Di muka pantai terbentuk undak-undak pantai dan gosong pasir atau tanggul-tanggul.
-          Garis pantai relatif lurus
-          Relief relatif rendah
c.       Pantai netral, adalah pantai yang tidak mengalami penenggelaman atau penurunan.
Ciri-ciri pantai netral:
-          Garis pantai relatif lurus
-          Pantai landai, ombak tidak besar
-          Kadang-kadang terbentuk delta, bila suplai material melimpah
           Contoh: Pantai delta
                         Pantai volkanik
                         Pantai terumbu koral
d.      Pantai campuran (compound)
            Ciri-ciri pantai campuran:
-          Pantai menunjukan undak pantai
-          Lembah tenggelam, akibat turun dan naiknya muka air laut.

10.  Kenampakan hasil erosi dan endapan di pantai
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak (Setiyono, 1996). Kekuatan abrasi ditentukan oleh besar- kecilnya gelombang yang menghempas ke pantai. Sebagaimana juga halnya erosi sungai, kekuatan daya kikis oleh gelombang dipertajam pula oleh butiran-butiran material batuan yang terkandung bersama gelombang yang terhempas membentur- bentur batuan. Pada pantai yang berlereng terjal dan berbatuan cadas, gelombang mengawali kikisannya dengan membentuk notch, lereng vertikal yang cekung (concave) ke arah daratan (lereng menggantung, overhanging). Bentukan lereng yang cekung ini memberi peluang kerja bagi gaya berat dari batuan di atas (overhanging), dan menjatuhkannya ke bawah. (hallaf, 2006). Adapun bentuklahan yang terbentuk karena peristiwa abrasi antara lain Notch, Cliff , Wave-cut Platform, Sea Cave, Blow Hole, Inlet, Arch dan Stack.

1)   Notch, Cliff dan Wave-cut Platform

Cliff adalah bentuk lereng terjal yang menyerupai dinding; yaitu bagian yang ditinggalkan setelah suatu massa batuan longsor (landslides) oleh gaya beratnya sendiri. Sering, suatu cliff mirip dengan bentuk escarp, tetapi escarp dibentuk sebagai dinding patahan akibat depressi tektonik, sedangkan cliff dibentuk oleh denudasi tektonik.
Sebelum cliff terbentuk, dimulai dengan pembentukan notch yang merupakan hasil pekerjaan gelombang (abrasi). Notch yaitu bentuk cekungan kaki lereng (profil) yang menghadap ke arah laut, pada zona pasang-surut dan garis tengahnya secara horizontal memanjang sejajar dan selevel dengan garis pantai/muka laut di saat pasang.

Contoh notch :

Ada dua tipe cliff. Tipe yang pertama bentuknya tegak atau miring ke belakang. Cliff tipe ini biasanya karena terdiri dari batuan yang relatif lembut, atau struktur geologisnya yang miring ke arah darat. Tipe yang kedua adalah overhanging cliff, suatu bentuk clif yang dinding lerengnya sangat miring atau menonjol ke arah laut. Clif tipe overhanging terbentuk pada formasi batuan yang keras (cadas) dengan struktur (deep) yang miring ke arah laut. Wave-cut platform, adalah bagian dari

pesisir (laut) yang rata pada permukaan batuan dasar (beds rock) yang dibentuk oleh pekerjaan gelombang (Hallaf, 2006).

contoh wave cut platforms:

2)   Sea Cave, Blow Hole dan Inlet

Perbedaan kekerasan batuan; ada batuan yang lembut dan yang lainnya keras, memberi perbedaan dalam kecepatan pengikisan. Bagian-bagian batuan cadas di mana terdapat celah dan rekahan-rekahan seperti jointed, akan lebih cepat terkikis daripada bagian yang tanpa celah atau rekahan.
Sekali gelombang sempat membuat suatu lubang, maka kekuatan atau daya tekanan dari benturan gelombang akan semakin intensif dan efisien terhadap lobang tersebut. Suatu lobang yang berbentuk corong yang mengarah ke arah datangnya gelombang, akan memberi peluang terfokusnya tekanan gelombang untuk memperhebat daya benturannya. Kondisi yang demikian akan lebih dipertajam daya kikisnya bila di dalam gelombang itu termuat butiran-butiran material keras. Makin luas mulut suatu gua di dinding pantai, makin banyak pula massa air gelombang yang membentur ke dalamnya. Tekanan benturan dan pukulan gelombang semacam ini di saat badai mampu menggetarkan (microseismic) dan meremukkan kompleks batuan cadas di sekitarnya. Lambat laun muncratan air menembus hingga ke permukaan tanah di atasnya (headland) dan membentuk blow hole.
contoh blow hole:

seperti dolina di daerah karst. Bentukan blow hole dipercepat oleh, selain benturan langsung gelombang, juga oleh semprotan (muncratan), getaran, pelapukan dari atas dan gravitasi yang menjatuhkan batuan di atasnya. Demikian seterusnya hingga kedua lubang tersebut bukan saja bersambungan dalam bentuk terowongan, tetapi atapnya pun runtuh seluruhnya, disebut inlet atau terusan (Hallaf, 2006)
contoh inlet:
3)   Arch dan Stack
Demikianlah proses suatu gua laut terbentuk hingga menembus ke dinding pantai sebelahnya pada suatu tanjung. Terowongan gua dengan sambungan semacam jembatan alam di atasnya pada ujung tanjung disebut arch. Bila kelak jembatan alam (arch) ini runtuh atau putus, maka bagian ujung tanjung yang ditinggalkan, dengan bentuk pilar raksasa (tugu) disebut stack (Hallaf, 2006).
b.Kenampakan hasil endapan pantai
Adapun bentuk lahan yang terbentuk karena peristiwa sedimentasi antara lain:
1)   Beach
Banyak bahan-bahan yang dikikis dari tanjung-tanjung tidak terbawa keluar dan masuk ke dalam air yag lebih dalam, tetapi dihanyutkan oleh arus pasang yang datang ke bagian head (tanjung) dan sides (sisi) teluk sehingga terbentuk “Bay Head Beach” dan “Bay Side Beach”. The long shore current mengalir, terutama menghindari ketidakberaturan pantai, sehingga mengalir memotong di mulut teluk. Head Land Beach; terbentuk kalau materi-materi itu diendapkan di muka tanjung-tanjung (Hallaf, 2006).
2)   Bars
Bar adalah gosong-gosong pasir penghalang gelombang yang terbentuk oleh endapan dari gelombang dan arus. Bar merupakan bagian dari beach, yang tampak pada saat air surut. Di Tomia disebut “kénté”, orang Maluku menyebutnya “méti”. Bar diberi nama sesuai dengan tempat terjadinya. Bay Mouth Bar ialah bar yang terbentuk dan berpangkal dari tanjung yang satu ke tanjung yang lain di mulut teluk. Arus yang berhasil masuk ke dalam teluk membentuk Bay Head Bar dan Mid Bay Bar. 
Cuspate Bar dan Looped Bar; adalah bar yang berbukit yang juga dibangun oleh arus. Sebuah Cuspate Foreland menyerupai Cuspate Bar, hanya di situ tidak mempunyai lagoon, karena semua materi-materi mengendap membentuk beach. Off Shore Bars yang berbeda-beda di dalam jumlahnya, biasanya hanya merupakan suatu lajur (gosong) pasir yang muncul di atas permukaan laut pada saat laut surut. Di suatu daerah yang luas off shore bars terdiri dari dua atau tiga mil, dipisahkan oleh bukit-bukit pantai (beach ridges) dan bukit-bukit pasir (sand dunes).

A.K.Lobeck berpendapat bahwa material pembentuk spit atau bar berasal dari hasil kerukan gelombang di dasar laut di depan bar itu, dan ditambahkan juga dengan material yang terbawa dari tempat lain oleh arus laut sepanjang pantai di mana erosi cliff aktif bekerja; dan gelombang belum berhasil mencapai daratan di tempat di mana bar itu terbentuk.

G.K.Gilbert telah memikirkan kejadian tersebut. Ia adalah pendukung “Shore-drift Theory”. Tetapi de Beaumont, Davis dan Shaler percaya bahwa material pembentuk bar diangkut dari dasar laut di depan pantai. Johnson berkesimpulan bahwa teori Beaumont dkk dapat diikuti karena memang ternyata bahwa permukaan bar yang mengarah ke laut lebih diperdalam.
Adalah lumrah bila diketemukan dua atau lebih dari dua bars berkembang sejajar dengan pantai. Bars yang lebih dalam terbentuk pertama kali oleh gelombang yang lemah yang dapat maju lebih jauh ke arah (bagian) laut yang lebih dangkal (Hallaf, 2006).

4)   Spit
Biasanya arus yang masuk ke dalam sebuah teluk lebih kuat daripada arus yang keluar menuju ke laut. Akibatnya ujung spit yang pada laut terbuka (pada mulut teluk) menjadi melengkung masuk arah ke teluk. Spit yang demikian disebut “Recurved Spit”. Spit yang melengkung, yang terbentuk pertama, biasanya mempunyai lengkungan yang lebih hebat daripada spit melengkung yang terbentuk berikutnya.
Complex Spit dihasilkan dari perkembangan spit kecil atau spit sekunder yang menumpang pada ujung dari spit yang utama. Cape Cod dan Sandy Hook, kedua-duanya adalah Complex Spit yang sebaik dengan Compound-spit (Hallaf, 2006)

5)   Tombolo
Tombolo ialah bar yang menghubungkan sebuah pulau dengan daratan utama. Tombolo itu ada yang single, double, triple; dan ada pula yang berbentuk huruf “V”, yaitu apabila pulau dihubungkan dengan daratan oleh dua bar. Kompleks tombolo terbentuk bila beberapa pulau dipersatukan dengan yang lain dan dengan daratan oleh sederetan bars (Hallaf, 2006).

6)   Tidal Inlet dan Tidal Delta

Tidal Inlets. Kebanyakan off shore bars (spit) tidak mempunyai sifat yang bersambungan, tetapi diantarai atau diselingi oleh terusan-terusan yang dikenal sebagai “tidal inlets”. Tidal inlets ini merupakan pintu-pintu tempat keluar dan masuknya air laut antara laut bebas dengan lagoon sesuai dengan gerak pasang-surut. Jumlah dan tempat inlets atau teluk-teluk dapat memberi hubungan langsung dengan long shore currents karena arus ini adalah tetap membawa muatan material untuk membangun bars.

Dalam perkembangan lanjut (mature stage), jumlah dari inlets atau teluk-teluk lambat laun bertambah jauh dari lokasi sumber di mana arus memperoleh muatan material. Tidak hanya gelombang-gelombang yang kurang keras untuk memberi arus itu dengan muatan material yang berasal dari runtuhan, tetapi bar itu sendiri yang lebih kecil dan lebih mudah dilalui oleh gelombang dan air pasang.

Pada kebanyakan teluk, lagoon lebih mudah ditumbuhi rumput-rumput rawa. Kondisi ini terjadi karena keadaan yang sesuai dengan kadar garam yang tetap dipertahankan oleh adanya hubungan langsung dengan lautan. Lagoon-lagoon yang besar dan terpisah dari lautan (tanpa inlets), airnya tidak dapat ditumbuhi oleh tumbuhan marine.

Arus pasang-surut yang keluar-masuk pada tidal inlets membawa pasir masuk ke dalam lagoon dan juga pasir ke luar laut. Arus yang masuk itu kemudian mengendapkan material muatannya ke dalam lagoon di mulut inlets dan membentuk

delta; dan disebut “Tidal Delta”. Hampir semua bars menahan sebuah deretan delta yang terbentuk pada sisi dari lagoon.

Bahan-bahan yang tererosi oleh gelombang laut akan diangkut dan diendapkan pada dua bagian kawasan. Sebagian diendapkan ke arah darat (coastal) ketika terjadi swash; dan sebagian lainnya lagi diangkut oleh arus balikan yaitu backwash untuk selanjutnya diteruskan oleh arus kompensasi untuk diendapkan ke bagian dasar yang lebih dalam (Hallaf, 2006).

7)   Beach Ridges
Beach ridge (punggung / bukit-bukit tepi pantai) menggambarkan kedudukan yang dicapai dari majunya garis pantai. Tekanan-tekanan atau depression yang terjadi antara bukit-bukit atau ridges dikenal sebagai Swales, Slashes or furrows. Ridges dan swales dapat terjadi pada sembarang pantai.
Ada tiga cara terbentuknya Beach Ridges ini, yaitu:
a)   Menurut Gilbert, bahan-bahan dari pasir yang dihanyutkan oleh arus dilemparkan oleh gelombang dari arah laut pada sisi-sisi dari beach. Adanya bukit-bukit itu menunjukkan adanya angin ribut yang luar biasa.
b)               Menurut Beaumont dan Davis; materi-materi itu dihanyutkan dari dasar laut, di mana dasar laut telah diperdalam; kemudian ridges itu lebih banyak tergantung pada kekuatan dan keaktifan gelombang.
c)   Sederetan bukit-bukit dapat terbentuk pada ujung dari sebuah Compound recurved spit oleh tambahan dari spit yang berhasil berkembang ke samping – arah ke laut.
d)   Tetapi Johnson mempertahankan bahwa Beach Ridge tidaklah selalu dapat dikorelasikan dengan individu angin badai. Beach Ridge lebih banyak berfluktuasi dalam jumlah pasir yang dibawa oleh long shore current; yang harus diperiksa adalah ada tidaknya erosi gelombang pada tempat-tempat yang lain. Di mana terdapat persediaan materi yang berlimpah, beach ridge dapat bertambah dengan cepat, terutama pada ujung Recurved spit. Dalam 23 tahun, ada 5 (lima) ridges terbentuk pada ujung dari Rockway Beach, dekat New York City. Ujung spit bertambah kurang lebih 200 kaki dalam setahun (Hallaf, 2006)

Share:

0 komentar