SUNGAI & PANTAI
1. Pengertian
Sungai dan tahapan perkembangan sungai
Sungai
atau kali (Inggris: river) adalah aliran air yang besar dan memanjang yang
mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara).
Tahapan perkembangan suatu sungai dapat dibagi menjadi 5
(tiga) stadia, yaitu stadia sungai awal, satdia muda, stadia dewasa, stadia
tua, dan stadia remaja kembali (rejuvination). Adapun ciri-ciri dari tahapan
sungai adalah sebagai berikut:
1. Tahapan Awal
(Initial Stage).
Tahap awal suatu sungai seringkali dicirikan oleh sungai
yang belum memiliki orde dan belum teratur seperti lazimnya suatu sungai. Air
terjun, danau, arus yang cepat dan gradien sungai yang bervariasi merupakan
ciri-ciri sungai pada tahap awal. Bentangalam aslinya, seringkali
memperlihatkan ketidakteraturan, beberapa diantaranya berbeda tingkatannya,
arus alirannnya berasal dari air runoff ke arah suatu area yang masih membentuk
suatu depresi (cekungan) atau belum membentuk lembah. Sungai pada tahapan awal
umumnya berkembang di daerah dataran pantai (coastal plain) yang mengalami pengangkatan
atau diatas
permukaan lava yang masih baru / muda dan gunungapi, atau diatas permukaan
pediment dimana sungainya mengalami peremajaan (rejuvenation).
2. Tahapan Muda.
Sungai yang termasuk dalam tahapan muda adalah
sungai-sungai yang aktivitas aliran sungainya mengerosi kearah vertikal. Aliran
sungai yang menmpati seluruh lantai dasar suatu lembah. Umumnya profil
lembahnya membentuk seperti huruf ”V”. Air terjun dan arus yang cepat
mendominasi pada tahapan ini.
3. Tahapan Dewasa
Tahap awal dari sungai dewasa dicirikan oleh mulai adanya
pembentukan dataran banjir secara setempat setempat dan semakin lama semakin
lebar dan akhirnya terisi oleh aliran sungai yang berbentuk meander, sedangkan
pada sungai yang sudah masuk dalam tahapan dewasa, arus sungai sudah membentuk
aliran yang berbentuk meander, penyisiran kearah depan dan belakang memotong
suatu dataran banjir (flood plain) yang cukup luas sehingga secara keseluruhan
ditempati oleh jalur-jalur meander. Pada tahapan ini aliran arus sungai sudah
memperlihatkan keseimbangan antara laju erosi vertikal dan erosi lateral dan
profil sungainya sudah berubah dari bentuk ”V” kebentuk ”U”.
4. Tahapan Tua.
Pada tahapan ini dataran banjir diisi sepenuhnya oleh meander
dan lebar dari dataran banjir akan beberapa kali lipat dari luas meander belt.
Sungai pada tahapan ini dicirikan oleh arah erosi lateral yang dominan serta
banyaknya rawa-rawa. Profil sungai pada sungai tahapan tua membentuk seperti
huruf ”U”.
5. Peremajaaan
Sungai (Rejuvenation)
Setiap saat dari perkembangan suatu sungai dari satu
tahap ke tahap lainnya, perubahan mungkin terjadi dimana kembalinya dominasi
erosi vertikal sehingga sungai dapat diklasifikasi menjadi sungai dalam tahapan
muda. Sungai dewasa dapat mengalami pengikisan kembali ke arah vertikal untuk
kedua kalinya karena adanya pengangkatan dan proses ini disebut dengan
perenajaan sungai. Proses peremajaan sungai adalah proses terjadinya erosi ke
arah vertikal pada sungai berstadia dewasa akibat pengangkatan dan
stadia sungai kembali menjadi stadia muda.
2. Tipe
tipe genetik sungai
Sebagaimana diketahui bahwa klasifikasi genesa sungai
ditentukan oleh hubungan struktur perlapisan batuannya. Genetika sungai dapat
dibagi sebagai berikut:
a. Sungai Superposed atau sungai Superimposed, adalah
sungai yang terbentuk diatas permukaan bidang struktur dan dalam
perkembangannya erosi vertikal sungai memotong ke arah bagian bawah hingga
sampai memotong bidang struktur dibawahnya agar supaya sungai dapat mengalir ke
bagian yang lebih rendah. Dengan kata lain sungai superposed adalah sungai yang
berkembang belakangan dibandingkan dengan pembentukan struktur batuannya.
b. Sungai Antecedent, adalah sungai yang lebih dulu ada
dibandingkan dengan keberadaan struktur batuannya dan dalam perkembangannya air
sungai mengikis hingga ke bagian struktur yang ada dibawahnya. Pengikisan ini
dapat terjadi karena erosi arah vertikal lebih intensif dibandingkan arah
lateral.
c. Sungai Konsekuen, adalah sungai yang berkembang dan
mengalir searah lereng topografi aslinya. Sungai konsekuen sering diasosiasikan
dengan kemiringan asli dan struktur lapisan batuan yang ada dibawahnya. Selama
tidak dipakai sebagi pedoman, bahwa asal dari pembentukan sungai konsekuen
adalah didasarkan atas lereng topografinya bukan pada kemiringan lapisan
batuannya.
d. Sungai Subsekuen, adalah sungai yang berkembang
disepanjang suatu garis atau zona yang resisten. sungai ini umumnya dijumpai
mengalir disepanjang jurus perlapisan batuan yang resisten terhadap erosi,
seperti lapisan batupasir. Mengenal dan memahami genetika sungai subsekuen
seringkali dapat membantu dalam
penafsiran geomorfologi.
e. Sungai Resekuen. Lobeck (1939) mendefinisikan sungai
resekuen sebagai sungai yang mengalir searah dengan arah kemiringan lapisan
batuan sama seperti tipe sungai konsekuen. Perbedaanya adalah sungai resekuen
berkembang belakangan.
f. Sungai Obsekuen. Lobeck juga mendefinisikan sungai
obsekuen sebagai sungai yang mengalir berlawanan arah terhadap arah kemiringan
lapisan dan berlawanan terhadap sungai konsekuen. Definisi ini juga mengatakan
bahwa sungai konsekuen mengalir searah dengan arah lapisan batuan.
g. Sunggai Insekuen adalah aliran sungai yang mengikuti
suatu aliran dimana lereng tifdak dikontrol oleh faktor kemiringan asli,
struktur atau jenis batuan.
3. Pengertian
Daerah Aliran Sungai
Setiap pola aliran mempunyai daerah pengumpulan air yang
dikenal sebagai “daerah aliran sungai” atau disingkat sebagai DAS atau
“drainage basin” . Setiap DAS dibatasi dari DAS disebelahnya oleh suatu
tinggian topografi yang dinamakan pemisah aliran (drainage divide). Dengan
digerakkan oleh gayaberat, air hujan yang jatuh dimulai dari daerah pemisah
aliran akan mengalir melalui lereng sebagai lapisan lebar berupa air-bebas
dengan ketebalan hanya beberapa Cm saja yang membentuk alur-alur kecil. Dari
sini air akan bergabung dengan sungai baik melalui permukaan atau sistim air
bawah permukaan.
4. Pola
Aliran Sungai
Dengan
berjalannya waktu, suatu sistem jaringan sungai akan membentuk pola pengaliran
tertentu diantara saluran utama dengan cabang-cabangnya dan pembentukan pola
pengaliran ini sangat ditentukan oleh faktor geologinya. Pola pengaliran sungai
dapat diklasifikasikan atas dasar bentuk dan teksturnya. Bentuk atau pola
berkembang dalam merespon terhadap topografi dan struktur geologi bawah
permukaannya. Saluran-saluran sungai
berkembang ketika air permukaan (surface runoff) meningkat dan batuan dasarnya
kurang resisten terhadap erosi.
Sistem
fluviatil dapat menggambarkan perbedaan pola geometri dari jaringan pengaliran
sungai. Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai utama dengan
cabang-cabangnya disatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat bervariasi.
Adanya perbedaan pola pengaliran sungai disatu wilayah dengan wilayah lainnya
sangat ditentukan oleh perbedaan kemiringan topografi, struktur dan litologi
batuan dasarnya. Pola pengaliran yang umum dikenal adalah sebagai berikut:
1. Pola Aliran
Dendritik
Pola
aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya menyerupai
struktur pohon. Pada umumnya pola aliran sungai dendritik dikontrol oleh
litologi batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki
tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol oleh jenis batuannya. Sebagai contoh
sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang resisten terhadap erosi
akan membentuk tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada batuan yang
resisten (seperti granit) akan membentuk tekstur kasar (renggang). Tekstur
sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan luas. Mengapa demikian ?
Hal ini dapat dijelaskan bahwa resistensi batuan terhadap erosi sangat
berpengaruh pada proses pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak
resisten cenderung akan lebih mudah di-erosi membentuk alur-alur sungai. Jadi
suatu sistem pengaliran sungai yang mengalir pada batuan yang tidak resisten
akan membentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur halus), sedangkan
sebaliknya pada batuan yang resisten akan membentuk tekstur kasar.
2. Pola Aliran Radial
Pola
aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara
radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunungapi atau
bukir intrusi. Pola aliran radial juga dijumpai pada bentuk-bentuk bentangalam
kubah (domes) dan laccolith. Pada bentangalam ini pola aliran sungainya
kemungkinan akan merupakan kombinasi dari pola radial dan annular.
3. Pola Aliran
Rectangular
Pola
rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi terhadap erosinya
mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang mempunyai dua arah dengan
sudut saling tegak lurus. Kekar pada umumnya kurang resisten terhadap erosi
sehingga memungkinkan air mengalir dan berkembang melalui kekar-kekar membentuk
suatu pola pengaliran dengan saluran salurannya lurus-lurus mengikuti sistem
kekar.
Pola
aliran rectangular dijumpai di daerah yang wilayahnya terpatahkan.
Sungai-sungainya mengikuti jalur yang kurang resisten dan terkonsentrasi di
tempat tempat dimana singkapan batuannya lunak. Cabang-cabang sungainya
membentuk sudut tumpul dengan sungai utamanya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pola aliran rectangular adalah pola aliran sungai yang
dikendalikan oleh struktur geologi, seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar
(patahan). Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang mengikuti
pola dari struktur kekar dan patahan.
4.
Pola Aliran Trellis
Geometri
dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang menyerupai bentuk pagar yang
umum dijumpai di perkebunan anggur. Pola aliran trellis dicirikan oleh sungai
yang mengalir lurus disepanjang lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari
lereng yang curam dari kedua sisinya. Sungai utama dengan cabang-cabangnya
membentuk sudut tegak lurus sehingga menyerupai bentuk pagar. Pola aliran
trellis adalah pola aliran sungai yang berbentuk pagar (trellis) dan dikontrol
oleh struktur geologi berupa perlipatan sinklin dan antilin. Sungai trellis
dicirikan oleh saluran-saluran air yang berpola sejajar, mengalir searah
kemiringan lereng dan tegak lurus dengan saluran utamanya. Saluran utama
berarah se arah dengan sumbu lipatan.
5. Pola Aliran Centripetal
Pola
aliran centripetal merupakan ola aliran yang berlawanan dengan pola radial,
dimana aliran sungainya mengalir kesatu tempat yang berupa cekungan (depresi).
Pola aliran centripetal merupakan pola aliran yang umum dijumpai di bagian
barat dan baratlaut Amerika, mengingat sungai-sungai yang ada mengalir ke suatu
cekungan, dimana pada musim basah cekungan menjadi danau dan mengering ketika
musin kering. Dataran garam terbentuk ketika air danau mengering.
6. Pola Aliran Annular
Pola
aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara
radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah downstream aliran
kembali bersatu. Pola aliran annular biasanya dijumpai pada morfologi kubah
atau intrusi loccolith.
7. Pola Aliran Paralel (Pola Aliran
Sejajar)
Sistem
pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh lereng yang curam/terjal.
Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk aliran-aliran sungainya
akan berbentuk lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan cabang-cabang sungainya
yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada morfologi lereng dengan
kemiringan lereng yang seragam. Pola aliran paralel kadangkala meng-indikasikan
adanya suatu patahan besar yang memotong daerah yang batuan dasarnya terlipat
dan kemiringan yang curam. Semua bentuk dari transisi dapat terjadi antara pola
aliran trellis, dendritik, dan paralel.
5. Orde
sungai berdasarkan horton (1945), strahler (1952) dan shreve (1967)
Orde sungai adalah tingkatan suatu segmen sungai dalam
suatu DAS. Banyak ahli telah menentukan cara pemberian nilai orde suatu sungai
seperti Horton (1945), Strahler (1952), dan Shreve (1967).
Menurut
Horton (1945), segmen yang tidak memiliki percabangan merupakan orde pertama.
Namun tidak semua segmen diberi keterangan orde, hanya salah satu di antara
percabangan. Ketika dua segmen – satu bergabung, maka akan menjadi orde – dua.
Dua orde – dua bergabung akan menjadi orde – tiga. Metode Strahler merupakan
modifikasi dari metode Horton.
Menurut
Strahler (1952), segmen yang tidak memiliki percabangan merupakan orde pertama.
Ketika dua segmen orde-pertama bergabung, maka akan terbentuk orde kedua. Dua
segmen orde – dua akan membentuk orde – tiga. Dua orde – tiga akan membentuk
orde – empat, dan seterusnya. Setiap segmen dapat ditempel oleh orde dengan
nilai yang lebih kecil namun tidak akan merubah atau meningkatkan nilai
ordenya.
Sedangkan
metode Shreve (1967), setiap segmen yang bertemu akan menambah nilai orde
selanjutnya. Metode Shreve sering digunakan dalam penelitian geomorfologi untuk
mencari hubungan antara hujan dan air permukaan. Karena orde pertama sungai
berfungsi sebagai pengumpul utama air hujan dalam suatu cekungan. Dengan
menggunakan metode Shreve, perkiraan akan aliran banjir akan lebih mudah
diketahui daripada penggunaan metode Strahler.
6. Morfologi
Bentukan Sungai
Morfologi
sungai adalah bentuk bentuk bentangalam yang terbentuk oleh aktivitas dan
proses fluviatil. Material material yang berukuran pasir kasar hingga kerikil
akan terakumulasi disepanjang saluran sungai, yaitu disepanjang aliran air yang
terdalam atau disepanjang aliran/arus yang terkuat karena pada kecepatan arus
yang tinggi butiran-butiran sedimen yang lebih halus akan terbawa arus. Endapan
material tersebut dikenal sebagai Gosong Pasir (Bar). Ke arah bagian tepi
saluran sungai, kecepatan arus melemah dan butiran-butiran material yang lebih
halus akan terakumulasi dan terendapkan sebagai endapan Tekuk Sungai (Point
bar). Selama banjir, dataran banjir akan digenangi air yang memungkinkan
butiran-butiran sedimen yang lebih halus diendapkan dan semakin jauh dari alur
sungai butiran sedimen yang diendapkan semakin halus lagi, daerah dataran
banjir dikenal sebagai bentangalam Dataran Banjir (Flood plain). Kebanyakan
dari daerah dataran banjir tersusun dari endapan pasir dan lumpur, sedangkan
pasir yang kasar diendapkan ditepi saluran sungai utama dan dikenal sebagai
Tanggul-alam (Levees), yaitu akumulasi endapan yang sejajar dengan arah saluran
sungai.
1. Morfologi Kipas Aluvial (Alluvial Fan)
Morfologi Kipas Aluvial adalah bentangalam yang menyerupai bentuk kipas,
umumnya terbentuk dibagian kaki lereng suatu perbukitan dan biasanya berada
di daerah yang beriklim arid. Kipas
alluvial terbentuk pada sungai yang mengalir dari suatu berbukitan dengan gradien lereng yang curam
ke arah lereng yang landai dari suatu dataran dan material material lepas yang
diangkut oleh air sungai diendapkan.
2. Morfologi Sungai Bersirat (Braided-streams)
Morfologi Sungai Bersirat merupakan bentuk bentangalam hasil dari proses
pengendapan yang disebabkan oleh saluran
air sungai yang berpindah-pindah. Sungai teranyam umunya berkembang di daerah
tekuk lereng dan terjadi karena adanya perubahan kecepatan arus dari arah
lereng yang kuat berubah menjadi lambat
ketika sampai kemedan yang relatif datar. Hal ini yang membuat saluran air
selau berpindah pindah sesuai dengan perkembangan arusnya.
3. Morfologi Tekuk Sungai (Pointbar Rivers)
Morfologi Point Bar adalah bentuk bentangalam yang berada pada kelokan sungai
bagian dalam yang merupakan hasil pengendapan sungai pada bagian dalam dari
suatu kelokan sungai (meander).
4. Morfologi Danau Tapal Kuda (Oxbow Lake)
Morfologi Danau Tapal Kuda adalah bentangalam yang berupa danau yang bentuknya
menyerupai tapal kuda. Bentuk tapal kuda berasal saluran air sungai yang telah
ditinggalkan dikarenakan terjadinya pemotongan meander sungai. Akibat dari
pemotongan ini menyebabkan meander terisolasi dari saluran utamanya dan pada
akhirnya membentuk danau.
5. Morfologi Gosongpasir (Bar rivers)
Morfologi Gosongpasir merupakan bentangalam yang berbentuk daratan disepanjang
suatu saluran sungai sebagai hasil pengendapan material yang diangkut sungai.
Pengendapan yang terjadi di tengah saluran sungai disebabkan oleh ukuran dan
masa jenis material yang diangkut air sungai dengan kecepatan arus air. Ketika
kecepatan arus air melemah maka material sedimen yang bermasa jenis lebih besar
akan diendapkan didalam saluran yang pada akhirnya akan membentuk daratan.
6. Morfologi Undak Sungai (Terrace Rivers)
Morfologi Undak Sungai terjadi oleh erosi vertikal yang lebih dominan
dibandingkan erosi lateral. Undak undak sungai dapat terjadi pada sungai yang
mengalami pengangkatan kembali sehingga gaya erosi vertikal kembali
bekerja. Undak sungai tersusun dari
endapan aluvial yang membentuk morfologi datar.
7. Morfologi Tanggul Alam (Levee) Morfologi Tanggul Alam adalah bentangalam
yang berbentuk tanggul dan sejajar dengan arah saluran sungai, merupakan
akumulasi dari endapan material berbutir kasar saat air sungai melimpah keluar
saluran.
7. Pengertian
Pantai
Wilayah Pesisir adalah suatu wilayah yang berada pada
batas antara daratan dan lautan dan merupakan tempat pertemuan antara energi
dinamis yang berasal dari daratan dan lautan. Dengan demikian wilayah pesisir
merupakan wilayah yang dipengaruhi oleh proses-proses erosi, abrasi,
sedimentasi, penurunan (submergence), dan pengangkatan (emergence).
8. Pembagian
zona pantai
a.
Zona
Litoral atau Wilayah Pasang Surut
Pembagian
zona kedalaman laut yang pertama adalah zona litoral. Zona litoral juga dikenal
sebagai wilayah pasang surutnya. Yang dimaksud dengan zona litoral adalah
wilayah laut yang dapat tergenang oleh air apabila kondisi laut sedang
mengalami pasang (baca: manfaat pasang surut air laut). Namun ketika air laut
surut, maka wilayah atau zona litoral ini berubah menjadi pantai (baca: manfaat
pantai). Maka dari itulah mengapa wilyah ini disebut sebagai zona pasang surut.
Pengaruh suhu udara beserta sinar matahari
(baca: lapisan matahari) yang terdapat pada zona sangatlah kuat. Zona
litoral menjadi habitat bagi beberapa spesies laut, yakni berupa binatang
maupun tumbuh- tumbuhan seperti bintang laut, udang, kepiting, cacing beserta
bentos. Beberapa dari binatang tersebut merupakan binatang yang bisa dimakan.
Zona Litoral ini bisa dikatakan sebagai wilayah yang paling atas ataupun yang
paling dekat dengan pantai (baca: ekosistem pantai) ataupun daratan. zona
litoral ini juga disebut sebagai jalur pasang, yakni bagian cekungan lautan
yang terletak diantara air pasang dan juga air surut. Zona litoral sering disebut
juga sebagai pesisir pantai yang terdiri dari pasir pantai dan pecahan rumah-
rumah karang.
b.
Zona
Neritik atau Wilayah Laut Dangkal
Daerah
yang lebih dalam dari zona litoral adalah zona neritik. Zona neritik ini
disebut juga sebagai wilayah laut dangkal. Disebut sebagai wilayah laut dangkal
(baca: ekosistem laut dalam dan dangkal), karena wilayah ini mempunyai
kedalaman hanya antara 50 hingga 200 meter. Zona neritik adalah wilayah
perairan dangkal yang letaknya dekat dengan pantai. Kawasan zona neritik ini
merupakan zona yang dapat ditembus oleh sinar matahari dengan sangat baik.
Karena tertembus oleh sinar matahari dengan sangat baik, maka zona neritik ini
dijadikan sebagai habitat yang sangat cocok bagi berbagai jenis spesies laut,
seperti ubur- ubur, fitoplankton, zooplankton, rumput laut dan lain sebagainya.
Zona neritik ini juga merupakan tempat dimana banyak jenis ikan yang ditangkap
oleh nelayan. Beberapa faktor yang menyebabkan banyak ikan di zona ini antara
lain adalah:
Perairannya
banyak mengandung oksigen
Banyak
terdapat plankton- plankton yang mengapung di permukaan air
Banyak
mendapatkan sinar matahari
Itulah
beberapa faktor yang menyebabkan banyak binatang maupun tumbuhan banyak ditemui
di zona ini.
c.
Zona
Bathial atau Wilayah Laut Dalam
Setelah
ada zona neritik, selanjutnya ada zona bathial. Zona bathial juga disebut
sebagai zona laut dalam (baca: fungsi batas kelautan ZEE). Disebut sebagai zona
laut dalam karena wilayah zona ini mempunyai kedalaman antara 200 hingga 2000
meter. Karena kedalamannya yang semakin dalam, maka wilayah laut ini tidak
dapat ditembus oleh sinar matahari. Oleh karena tidak dapat ditembus oleh sinar
matahari, maka zona bathial ini tidak banyak dihuni oleh spesies binatang
maupun tumbuhan sehingga tidak seramai zona neritik. Jenis spesies tumbuhan
sudah sangat jarang ditemukan di zona ini, namun spesies binatang laut (baik
ikan maupun non ikan) masih lumayan banyak.
d.
Zona
Abisal atau Wilayah Laut Sangat Dalam
Pembagian
laut berdasarkan kedalamannya, yang paling dalam adalah zona abisal. Zona
abisal ini merupakam wilayah yang paling dalam dan sangat sangat gelap. Oleh
karena merupakan wilayah laut yang paling dalam maka wilayah ini mempunyai
kedalaman lebih dari 2000 meter. Karena sangat dalam, maka wilayah ini tidak
mendapatkan penyinaran matahari sama sekali sehingga membuat wilayah ini sangat
dingin karena mempunyai suhu yang sangat rendah. Karena letaknya yang sangat
dalam maka sangat sulit ditemui oksigen di zona ini. dan hal ini pula yang menjadi penyebab tidak adanya
spesies tumbuhan yang kita temukan di zona ini. selain itu, spesies binatang
yang dapat hidup di zona inipun juga sangat sedikit. Beberapa binatang yang
dapat hidup di zona ini antara lain adalah angler fish. Angler fish merupakan
jenis ikan yang dapat menghasilkan cahayanya sendiri untuk dapat berkomunikasi.
Selain itu, zona ini juga mempunyai tekanan air yang sangat besar.
9. Klasifikasi
pantai menurut Jhonson (1919)
Klasifikasi
pantai menurut Johnson (1919 Vide Thornbury, 1964), berdasarkan genesa dibagi
menjadi 4 macam pantai yaitu:
a. Pantai tenggelam (submergence coast),
pantai tenggelam (submergence coast) ini terjadi karena tenggelamnya daratan
atau naiknya muka air laut.
Cirri-ciri
pantai tenggelam:
- Di muka pantai ada pulau
- Garis pantai tidak teratur
- Teluk dalam
- Lembah-lembah turun
Contoh : Pantai Ria (terjadi akibat
erosi fluvial)
Pantai Fjord (terjadi
akibat glasiasi)
b. Pantai naik (emergence coast), pantai ini
terjadi akibat majunya garis pantai atau turunnya muka air laut.
Ciri-ciri
pantai naik:
- Di muka pantai terbentuk undak-undak
pantai dan gosong pasir atau tanggul-tanggul.
- Garis pantai relatif lurus
- Relief relatif rendah
c. Pantai netral, adalah pantai yang tidak
mengalami penenggelaman atau penurunan.
Ciri-ciri
pantai netral:
- Garis pantai relatif lurus
- Pantai landai, ombak tidak besar
- Kadang-kadang terbentuk delta, bila
suplai material melimpah
Contoh: Pantai delta
Pantai volkanik
Pantai terumbu koral
d. Pantai campuran (compound)
Ciri-ciri pantai campuran:
- Pantai menunjukan undak pantai
- Lembah tenggelam, akibat turun dan
naiknya muka air laut.
10. Kenampakan
hasil erosi dan endapan di pantai
Abrasi
adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang
bersifat merusak (Setiyono, 1996). Kekuatan abrasi ditentukan oleh besar-
kecilnya gelombang yang menghempas ke pantai. Sebagaimana juga halnya erosi
sungai, kekuatan daya kikis oleh gelombang dipertajam pula oleh butiran-butiran
material batuan yang terkandung bersama gelombang yang terhempas membentur-
bentur batuan. Pada pantai yang berlereng terjal dan berbatuan cadas, gelombang
mengawali kikisannya dengan membentuk notch, lereng vertikal yang cekung
(concave) ke arah daratan (lereng menggantung, overhanging). Bentukan lereng
yang cekung ini memberi peluang kerja bagi gaya berat dari batuan di atas
(overhanging), dan menjatuhkannya ke bawah. (hallaf, 2006). Adapun bentuklahan
yang terbentuk karena peristiwa abrasi antara lain Notch, Cliff , Wave-cut
Platform, Sea Cave, Blow Hole, Inlet, Arch dan Stack.
1) Notch, Cliff dan Wave-cut Platform
Cliff
adalah bentuk lereng terjal yang menyerupai dinding; yaitu bagian yang ditinggalkan
setelah suatu massa batuan longsor (landslides) oleh gaya beratnya sendiri.
Sering, suatu cliff mirip dengan bentuk escarp, tetapi escarp dibentuk sebagai
dinding patahan akibat depressi tektonik, sedangkan cliff dibentuk oleh
denudasi tektonik.
Sebelum
cliff terbentuk, dimulai dengan pembentukan notch yang merupakan hasil
pekerjaan gelombang (abrasi). Notch yaitu bentuk cekungan kaki lereng (profil)
yang menghadap ke arah laut, pada zona pasang-surut dan garis tengahnya secara horizontal
memanjang sejajar dan selevel dengan garis pantai/muka laut di saat pasang.
Contoh
notch :
Ada
dua tipe cliff. Tipe yang pertama bentuknya tegak atau miring ke belakang.
Cliff tipe ini biasanya karena terdiri dari batuan yang relatif lembut, atau
struktur geologisnya yang miring ke arah darat. Tipe yang kedua adalah
overhanging cliff, suatu bentuk clif yang dinding lerengnya sangat miring atau
menonjol ke arah laut. Clif tipe overhanging terbentuk pada formasi batuan yang
keras (cadas) dengan struktur (deep) yang miring ke arah laut. Wave-cut
platform, adalah bagian dari
pesisir
(laut) yang rata pada permukaan batuan dasar (beds rock) yang dibentuk oleh
pekerjaan gelombang (Hallaf, 2006).
contoh
wave cut platforms:
2) Sea Cave, Blow Hole dan Inlet
Perbedaan kekerasan batuan; ada batuan yang lembut dan
yang lainnya keras, memberi perbedaan dalam kecepatan pengikisan. Bagian-bagian
batuan cadas di mana terdapat celah dan rekahan-rekahan seperti jointed, akan
lebih cepat terkikis daripada bagian yang tanpa celah atau rekahan.
Sekali
gelombang sempat membuat suatu lubang, maka kekuatan atau daya tekanan dari
benturan gelombang akan semakin intensif dan efisien terhadap lobang tersebut.
Suatu lobang yang berbentuk corong yang mengarah ke arah datangnya gelombang,
akan memberi peluang terfokusnya tekanan gelombang untuk memperhebat daya
benturannya. Kondisi yang demikian akan lebih dipertajam daya kikisnya bila di
dalam gelombang itu termuat butiran-butiran material keras. Makin luas mulut suatu
gua di dinding pantai, makin banyak pula massa air gelombang yang membentur ke
dalamnya. Tekanan benturan dan pukulan gelombang semacam ini di saat badai
mampu menggetarkan (microseismic) dan meremukkan kompleks batuan cadas di
sekitarnya. Lambat laun muncratan air menembus hingga ke permukaan tanah di
atasnya (headland) dan membentuk blow hole.
contoh
blow hole:
seperti
dolina di daerah karst. Bentukan blow hole dipercepat oleh, selain benturan
langsung gelombang, juga oleh semprotan (muncratan), getaran, pelapukan dari
atas dan gravitasi yang menjatuhkan batuan di atasnya. Demikian seterusnya
hingga kedua lubang tersebut bukan saja bersambungan dalam bentuk terowongan,
tetapi atapnya pun runtuh seluruhnya, disebut inlet atau terusan (Hallaf, 2006)
contoh
inlet:
3) Arch dan Stack
Demikianlah
proses suatu gua laut terbentuk hingga menembus ke dinding pantai sebelahnya
pada suatu tanjung. Terowongan gua dengan sambungan semacam jembatan alam di
atasnya pada ujung tanjung disebut arch. Bila kelak jembatan alam (arch) ini
runtuh atau putus, maka bagian ujung tanjung yang ditinggalkan, dengan bentuk
pilar raksasa (tugu) disebut stack (Hallaf, 2006).
b.Kenampakan
hasil endapan pantai
Adapun
bentuk lahan yang terbentuk karena peristiwa sedimentasi antara lain:
1) Beach
Banyak
bahan-bahan yang dikikis dari tanjung-tanjung tidak terbawa keluar dan masuk ke
dalam air yag lebih dalam, tetapi dihanyutkan oleh arus pasang yang datang ke
bagian head (tanjung) dan sides (sisi) teluk sehingga terbentuk “Bay Head
Beach” dan “Bay Side Beach”. The long shore current mengalir, terutama
menghindari ketidakberaturan pantai, sehingga mengalir memotong di mulut teluk.
Head Land Beach; terbentuk kalau materi-materi itu diendapkan di muka
tanjung-tanjung (Hallaf, 2006).
2) Bars
Bar
adalah gosong-gosong pasir penghalang gelombang yang terbentuk oleh endapan
dari gelombang dan arus. Bar merupakan bagian dari beach, yang tampak pada saat
air surut. Di Tomia disebut “kénté”, orang Maluku menyebutnya “méti”. Bar diberi
nama sesuai dengan tempat terjadinya. Bay Mouth Bar ialah bar yang terbentuk
dan berpangkal dari tanjung yang satu ke tanjung
yang lain di mulut teluk. Arus yang berhasil masuk ke dalam teluk membentuk Bay
Head Bar dan Mid Bay Bar.
Cuspate
Bar dan Looped Bar; adalah bar yang berbukit yang juga dibangun oleh arus.
Sebuah Cuspate Foreland menyerupai Cuspate Bar, hanya di situ tidak mempunyai
lagoon, karena semua materi-materi mengendap membentuk beach. Off Shore Bars
yang berbeda-beda di dalam jumlahnya, biasanya hanya merupakan suatu lajur
(gosong) pasir yang muncul di atas permukaan laut pada saat laut surut. Di
suatu daerah yang luas off shore bars terdiri dari dua atau tiga mil,
dipisahkan oleh bukit-bukit pantai (beach ridges) dan bukit-bukit pasir (sand
dunes).
A.K.Lobeck
berpendapat bahwa material pembentuk spit atau bar berasal dari hasil kerukan
gelombang di dasar laut di depan bar itu, dan ditambahkan juga dengan material
yang terbawa dari tempat lain oleh arus laut sepanjang pantai di mana erosi
cliff aktif bekerja; dan gelombang belum berhasil mencapai daratan di tempat di
mana bar itu terbentuk.
G.K.Gilbert
telah memikirkan kejadian tersebut. Ia adalah pendukung “Shore-drift Theory”.
Tetapi de Beaumont, Davis dan Shaler percaya bahwa material pembentuk bar
diangkut dari dasar laut di depan pantai. Johnson berkesimpulan bahwa teori
Beaumont dkk dapat diikuti karena memang ternyata bahwa permukaan bar yang
mengarah ke laut lebih diperdalam.
Adalah
lumrah bila diketemukan dua atau lebih dari dua bars berkembang sejajar dengan
pantai. Bars yang lebih dalam terbentuk pertama kali oleh gelombang yang lemah
yang dapat maju lebih jauh ke arah (bagian) laut yang lebih dangkal (Hallaf,
2006).
4) Spit
Biasanya
arus yang masuk ke dalam sebuah teluk lebih kuat daripada arus yang keluar
menuju ke laut. Akibatnya ujung spit yang pada laut terbuka (pada mulut teluk)
menjadi melengkung masuk arah ke teluk. Spit yang demikian disebut “Recurved
Spit”. Spit yang melengkung, yang terbentuk pertama, biasanya mempunyai
lengkungan yang lebih hebat daripada spit melengkung yang terbentuk berikutnya.
Complex
Spit dihasilkan dari perkembangan spit kecil atau spit sekunder yang menumpang
pada ujung dari spit yang utama. Cape Cod dan Sandy Hook, kedua-duanya adalah
Complex Spit yang sebaik dengan Compound-spit (Hallaf, 2006)
5) Tombolo
Tombolo
ialah bar yang menghubungkan sebuah pulau dengan daratan utama. Tombolo itu ada
yang single, double, triple; dan ada pula yang berbentuk huruf “V”, yaitu
apabila pulau dihubungkan dengan daratan oleh dua bar. Kompleks tombolo
terbentuk bila beberapa pulau dipersatukan dengan yang lain dan dengan daratan
oleh sederetan bars (Hallaf, 2006).
6) Tidal Inlet dan Tidal Delta
Tidal
Inlets. Kebanyakan off shore bars (spit) tidak mempunyai sifat yang
bersambungan, tetapi diantarai atau diselingi oleh terusan-terusan yang dikenal
sebagai “tidal inlets”. Tidal inlets ini merupakan pintu-pintu tempat keluar
dan masuknya air laut antara laut bebas dengan lagoon sesuai dengan gerak
pasang-surut. Jumlah dan tempat inlets atau teluk-teluk dapat memberi hubungan
langsung dengan long shore currents karena arus ini adalah tetap membawa muatan
material untuk membangun bars.
Dalam
perkembangan lanjut (mature stage), jumlah dari inlets atau teluk-teluk lambat
laun bertambah jauh dari lokasi sumber di mana arus memperoleh muatan material.
Tidak hanya gelombang-gelombang yang kurang keras untuk memberi arus itu dengan
muatan material yang berasal dari runtuhan, tetapi bar itu sendiri yang lebih
kecil dan lebih mudah dilalui oleh gelombang dan air pasang.
Pada
kebanyakan teluk, lagoon lebih mudah ditumbuhi rumput-rumput rawa. Kondisi ini
terjadi karena keadaan yang sesuai dengan kadar garam yang tetap dipertahankan
oleh adanya hubungan langsung dengan lautan. Lagoon-lagoon yang besar dan
terpisah dari lautan (tanpa inlets), airnya tidak dapat ditumbuhi oleh tumbuhan
marine.
Arus
pasang-surut yang keluar-masuk pada tidal inlets membawa pasir masuk ke dalam
lagoon dan juga pasir ke luar laut. Arus yang masuk itu kemudian mengendapkan
material muatannya ke dalam lagoon di mulut inlets dan membentuk
delta;
dan disebut “Tidal Delta”. Hampir semua bars menahan sebuah deretan delta yang
terbentuk pada sisi dari lagoon.
Bahan-bahan
yang tererosi oleh gelombang laut akan diangkut dan diendapkan pada dua bagian
kawasan. Sebagian diendapkan ke arah darat (coastal) ketika terjadi swash; dan
sebagian lainnya lagi diangkut oleh arus balikan yaitu backwash untuk
selanjutnya diteruskan oleh arus kompensasi untuk diendapkan ke bagian dasar
yang lebih dalam (Hallaf, 2006).
7) Beach Ridges
Beach
ridge (punggung / bukit-bukit tepi pantai) menggambarkan kedudukan yang dicapai
dari majunya garis pantai. Tekanan-tekanan atau depression yang terjadi antara
bukit-bukit atau ridges dikenal sebagai Swales, Slashes or furrows. Ridges dan
swales dapat terjadi pada sembarang pantai.
Ada
tiga cara terbentuknya Beach Ridges ini, yaitu:
a) Menurut Gilbert, bahan-bahan dari pasir yang
dihanyutkan oleh arus dilemparkan oleh gelombang dari arah laut pada sisi-sisi
dari beach. Adanya bukit-bukit itu menunjukkan adanya angin ribut yang luar
biasa.
b) Menurut Beaumont dan Davis;
materi-materi itu dihanyutkan dari dasar laut, di mana dasar laut telah
diperdalam; kemudian ridges itu lebih banyak tergantung pada kekuatan dan
keaktifan gelombang.
c) Sederetan bukit-bukit dapat terbentuk pada
ujung dari sebuah Compound recurved spit oleh tambahan dari spit yang berhasil
berkembang ke samping – arah ke laut.
d) Tetapi Johnson mempertahankan bahwa Beach
Ridge tidaklah selalu dapat dikorelasikan dengan individu angin badai. Beach
Ridge lebih banyak berfluktuasi dalam jumlah pasir yang dibawa oleh long shore
current; yang harus diperiksa adalah ada tidaknya erosi gelombang pada
tempat-tempat yang lain. Di mana terdapat persediaan materi yang berlimpah,
beach ridge dapat bertambah dengan cepat, terutama pada ujung Recurved spit.
Dalam 23 tahun, ada 5 (lima) ridges terbentuk pada ujung dari Rockway Beach, dekat
New York City. Ujung spit bertambah kurang lebih 200 kaki dalam setahun
(Hallaf, 2006)
0 komentar